Kamis, 06 November 2014

Cerpen



 Sosok Terang Dalam Kegelapan

Di malam itu angin mulai berhembus membelai kulitku dan rintik - rintik hujan mulai mencercahkan kakinya di bumi. Mingkin tuhan mengerti apa yang sedang aku rasakan, kesepian dan kesendirian. Tak ada seorangpun yang bisa mengerti, namun hujan perlahan telah menghapus luka di hati dan akhirnya membuat diriku terlelap dalam dekapan angin.
Inilah hidupku yang selalu sunyi, sepi, sendiri tanpa ada seorangpun disisi. Aku tak bisa mengerti apa yang terjadi yang telah membuatku seperti ini. Mungkin tuhan yang sedang mengujiku atau tuhan yang telah benci terhadapku. Bagaikan burung yang berada di dalam sangkar emas. Apalah arti sangkar emas itu jikalau di dalamnya hanya sendiri dan terkurung tanpa bisa bernafas sedikitpun. Aku ingin terbang, terbang tinggi dan seluas - luasnya mengelilingi dunia agar aku bisa merasakan arti bernafas yang sebenarnya. Aku ingin merasakan sentuhan matahari tanpa perantara dan merasakan belaian hujan yang terasa lembut di kulit.
Aku bertekad untuk pergi dari rumah ini, aku sudah tidak peduli jika harus kehilangan semua yang telah aku punya di rumah ini. Ada tidaknya aku tak akan jadi masalah karena sudah tak ada lagi yang memperdulikanku, mereka semua memiliki kepentingan sendiri tanpa memerdulikan hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang harusnya bisa hidup berdampingan dengan orang lain. Malam ini aku menguatkan nyaliku untuk keluar sendirian untuk merasakan udara bebas, aku memilih untuk hanya berjalan – jalan di taman dan setelah aku pikir kiranya aku belum siap untuk keluar sendirian di malam seperti ini dan aku mengajak satu – satunya teman dekatku Lisa.
“Keputusan yang kamu ambil memang benar Ana, kamu tidak boleh hanya terkurung di  dalam rumah saja”, kata Lisa setelah aku bertemu denganya di taman.
“Tapi apa yang harus aku lakukan Lisa?” tanyaku.
“Sudahlah lupakan masalahmu Ana, aku ingin melihat temanku ini bahagia. Sekarang ayo ikut aku!” ajaknya.
“Kita mau kemana Lis? Kamu tidak akan membawaku ke tempat yang tidak – tidak kan?” jawabku dengan tak yakin.
“Enggak mungkinlah Ana aku seperti itu, aku akan mengajakmu ke suatu tempat yang sangat ramai biar kamu nggak akan ngerasain kesepian lagi” jawabnya meyakinkanku.
“Dimana Lisa?” tanyaku penasaran.
“Sudahlah tenang saja, aku jamin kamu pasti seneng dan nanti kamu aku kenalin sama seseorang yang pasti kamu suka”.
Aku masih tak mengerti apa yang di maksut Lisa, dan aku hanya bisa menurutinya dan berharap yang dikatakanya benar adanya. Setelah sampai di tempat yang Lisa maksut, tempatnya memang ramai dan banyak sekali orang disana namun suasananya tidak seperti bar atau semacam kehidupan malam seperti yang aku khawatirkan dan ini seperti pesta taman yang di adakan di malam hari. Dan lamunanku terpecah saat Lisa datang dengan seseorang di sampingnya.
“Ana, ini yang aku bilang tadi ke kamu kenalin namanya Can tapi biasanya aku memanggilnya ceking sih”, ucap Lisa sambil cengengesan.
“Senang bertemu denganmu Ana, apa Lisa juga seperti itu kalau sama kamu”, jawabnya sambil menjabat tanganku.
“Haha, ya sudahlah kalian terusin kenalanya aku masih ada sedikit urusan disana”, jawabnya sambil meninggalkanku berdua dengan Can.
“Gimana kalau kita duduk disana, karena disini terlalu dekat dengan speaker”, ajaknya karena di tempatku berdiri memang terlalu dekat dengan speaker.
“Boleh”, jawabku singkat dengan lembut.
“Lisa sudah banyak cerita tentangmu, dan aku kagum denganmu karena kamu orang yang kuat”, ujarnya sambil tersenyum manis.
Apa saja yang telah Lisa ceritakan pada Can dan sepertinya Can sudah tahu banyak tentang aku. Tapi sepertinya Can orang yang baik, nada bicaranya yang sopan, sikapnya yang baik dan di tambah senyumnya yang manis entah kenapa aku bisa langsung akrab dengannya yang padahal baru aku kenal. Rasa sepiku sedikit – sedikit mulai luntur karena kehadiran Can di dalam hidupku.
Handfoneku berdering dan ternyata Lisa yang menelfon, aku bergegas mengangkatnya karena mungkin ada suatu hal yang penting yang mau Lisa bicarakan.
“ Ana kamu kemana saja?” tanyanya.
“Ada apa Lisa?” tanyaku kebingungan.
“Malam minggu Ceking bawa bunga ke rumahmu, di jalan hujan turun dan sampai sana pintu pagarmu tertutup Ana.” Ucapnya dengan panjang lebar.
“Ya ampun, aku nggak tahu Lis kalau Can mau datang jadi malam minggu itu aku lagi keluar dan kejebak di mall gara – gara hujan lebat Lis”, aku berusaha menjelaskanya pada Lisa.
“Lebih baik sekarang kamu temuin Ceking dan jelasin ke dia”, perintah Lisa.
“Iya Lis aku akan bilang ke Can, makasih Lis”, jawabku sambil buru – buru menutup telfon.
Aku mengajak Can bertemu malam ini di tempat aku pertama kali bertemu denganya, aku ingin menjelaskan tentang malam minggu itu.
“Can maafkan aku, aku nggak tahu kalau kamu akan datang malam itu”, ucapku merasa bersalah kepadanya.
“Tak apa Ana, sebenarnya aku ingin memberimu sebuah kejutan dengan datang ke rumahmu tanpa memberi tahumu terlebih dahulu”, jawab Can dengan lembut tanpa melupakan senyum manisnya.
“Sekali lagi maafkan aku Can, dan Lisa bilang kamu datang dengan membawa bunga, bunga untuk apa?” tanyaku.
“Sebenarnya aku ingin mengungkapkan isi hatiku yang aku pendam selama ini padamu Ana, aku menyukaimu semenjak Lisa menceritakan cerita tentangmu dan sekarang kamu telah ada di depanku”, ungkapan isi hatinya yang tidak pernah aku duga.
Can memang mampu menjadi pelangi di hidupku, menjadi sosok terang dalam kegelapan yang dapat merubah keadaan hidupku dan menjadi semangat baru untukku J.

F : Nidea Nur Sasliniar
T : @nidea_dea

Tidak ada komentar:

Posting Komentar